Rencana pemberlakuan Kurikulum 2013 menuai pro-kontra. Sejumlah pihak menilai, kurikulum baru itu tidak memiliki rasionalitas yang kukuh. Rencana penerapan Kurikulum 2013 seolah membenarkan pemeo "ganti menteri ganti kurikulum". Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh menyadari itu.
"Pilihannya dua, ganti kurikulum dengan konsekuensi ditunding ganti menteri ganti kurikulum, atau kita perbaiki asal memiliki rasionalitas yang jelas," kata Muhammad Nuh dalam dialog di Studio Metro TV, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Kamis (6/12). Menurut Nuh, saat ini Indonesia memiliki bonus demografi besar. Sayang jika tak ditata dari sekarang.
Nuh menjelaskan, kurikulum harus berubah karena zaman berubah. Pendidikan dimaksudkan untuk anak-anak didik. Pendidikan diproyeksikan untuk kepentikan masa depan. "Maka harus ada penataan dan penyempurnaan. Agar anak didik tidak menjadi generasi yang usang, tapi generasi yang memiliki kompetensi," kata Nuh.
Menurut Nuh, setelah dilakukan review di internal Kementerian Pendidikan disimpulkan harus ada penyempurnaan, termasuk jumlah pelajaran masih terlalu banyak dan berat. "Ada juga fenomena tawuran pelajar, korupsi. Ini pasti ada yang salah," kata Nuh menjelaskan.
Nuh melihat, ada yang salah dalam melihat rencana Kementerian Pendidikan saat ini. Seolah-olah pemerintah hanya memperbaiki mata pelajaran. Yang dilakukan Kementerian Pendidikan saat ini adalah penataan kurikulum. Bicara kurikulum bicara empat hal, yaitu standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian."
Lewat empat hal itu, sedari awal Kementerian Pendidikan memotret secara utuh. "Anak SD kompetensi seperti apa yang kita inginkan, isinya seperti apa, prosesnya seperti apa dan cara evaluasi seperti apa. Ini termasuk pendekatan pertama kali kita lakukan," kata Nuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar