Pemberian gelar pahlawan
proklamator di masa Orde Baru, misalnya, rawan dengan kepentingan
politik pihak tertentu. »Itu cuma untuk kepentingan politik mereka,”
kata dia.
Gelar Pahlawan Nasional yang kini diberikan
kepada Bung Karno pun, kata Guruh, menjadi rancu dengan pahlawan
proklamator. »Dulu disampaikan bahwa gelar pahlawan proklamator itu
lebih tinggi dari pahlawan nasional,” ujar dia.
Dengan
diberikannya gelar pahlawan nasional, kata Guruh, »Pemerintah yang satu
dengan yang lainnya seolah tidak nyambung. Tak punya benang merah.”
Guruh menilai, hal terpenting bagi Bung Karno dan keluarga bukanlah
pemberian gelar pahlawan. »Pencabutan Tap MPRS 33 1967 yang menzalimi
dan menyakiti Bung Karno, seharusnya sudah dilakukan sejak dulu,” kata
dia.
Dengan tidak mencabut ketetapan MPRS itu, pemerintah
seakan membiarkan penzaliman terhadap ayahnya. »Padahal, jika seseorang
diajukan untuk menerima gelar pahlawan, mereka harusnya diperiksa dulu
terkait jasa dan nilai lebihnya, namun pemerintah seperti diam saja
melihat Tap MPRS itu.”
Jika Guruh boleh berbicara sebagai
perwakilan keluarga, pencabutan Tap MPRS 33 1967, kata dia, adalah
keinginan utama. »Kalau boleh menuntut, itulah tuntutan keluarga kami.”
Namun, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan ini enggan
menjelaskan alasan akhirnya gelar pahlawan nasional diberikan. Tetapi
dia memastikan pemberian gelar sudah melalui sidang dewan gelar
kehormatan. "Besok pagi Presiden yang akan menjelaskan alasan pemberian
tanda gelar," kata Djoko.
Banyak Keinginan Bung Karno Tidak Dipenuhi
Putra Proklamator Indonesia Soekarno, Guruh
Soekarnoputra, berpendapat banyak amanat ayahnya yang tak dijalankan
hingga kini. »Banyak keinginan almarhum yang tidak dipenuhi,” ujar Guruh
saat dihubungi Tempo, Selasa, 6 November 2012.
Bung
Karno, kata Guruh, tak pernah minta dimakamkan di Blitar, kota
kelahirannya. »Dia cuma minta dimakamkan di bawah pohon rindang,” kata
Guruh. Soekarno pun tak pernah minta dibuatkan cungkup makam atau
bangunan.
Pemakaman di Blitar, pembuatan cungkup, dan
bangunan di atas makam Bung Karno semuanya murni inisiatif Soeharto.
»Bisa saja itu untuk kepentingan politik jelang kampanye,” kata dia.
Keluarga sendiri tak pernah mengusulkan Bung Karno untuk dijadikan
pahlawan. »Menghargai Bung Karno bukan hanya memberi gelar, tapi juga
memenuhi wasiatnya,” kata Guruh.
Menurut dia, tanpa
diberikan gelar oleh pemerintah, Bung Karno sudah layak disebut sebagai
pahlawan dari dulu. »Hanya resmi-resminya saja baru sekarang. Kenapa
tidak dari dulu saja?” ujar dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar