Syahganda di Jakarta, Kamis, menanggapi kemenangan kembali Presiden
Obama untuk kedua kalinya memimpin negara adikuasa itu dapat menjadi
harapan ke arah peningkatan kerja sama AS-Indonesia secara lebih
strategis di bidang ekonomi dan politik kawasan, termasuk dalam
keperluan harmoni dengan dunia Islam terkait pengaruh Indonesia selaku
negara berpenduduk Muslim terbesar.
"Indonesia merupakan kekuatan penghubung utama dengan negara-negara
ASEAN, karenanya AS dapat menjadikan sebagai mitra terdepan dalam
pengembangan kemajuan ekonomi dan politik kawasan. Dengan meletakkan
potensi ini, Indonesia akan mudah menumbuhkan berbagai kerja sama dengan
AS bagi kepentingannya sendiri," katanya.
Secara geopolitik, katanya, Indonesia tak bisa dikecilkan oleh AS,
baik untuk ASEAN maupun kepentingan internasional lain di lingkungan
Islam.
Obama harus melihat Indonesia untuk masa depan agenda strategis yang
menguatkan keduanya, baik di bidang ekonomi, demokratisasi, maupun
penegakan HAM, ujarnya.
Apalagi, lanjut Syahganda, hubungan AS-Indonesia didasarkan pula oleh
alasan primordial yang mendekatkan Indonesia dengan Obama di masa lalu
sehingga hal itu dipercaya menambah besar kepentingan AS terhadap
Indonesia.
Di sisi lain, katanya, krisis hubungan AS dengan China dalam sengketa
laut China Selatan akhir-akhir ini, juga membuka era baru dalam
dinamika hubungan AS-ASEAN yang semakin intens serta menguntungkan kedua
pihak.
"Karena itu, peran dan makna keberadaan Indonesia yang berpengaruh di kawasan ASEAN jelas akan lebih dilibatkan," katanya.
Sedangkan mengenai tema ekonomi kampanye Obama untuk merelokasi
industri yang ada di luar negeri, Syahganda menilai meski fokusnya dalam
upaya merevitalisasi kebutuhan industri di negara AS, tetap membuka
kesempatan yang dapat dimanfaatkan Indonesia.
"Saya kira tidak akan semuanya dipindah ke AS, jadi sangat
dimungkinkan sebagiannya diorientasikan ke Indonesia seperti dalam
industri IT, pangan, dan manufaktur," katanya.
Syahganda berharap Indonesia menciptakan kesepakatan dengan AS dalam
pembukaan perdagangan ekspor garmen, akibat pemberian kuota ekspor dari
AS tak berlanjut.
Sementara itu, tingkat kebutuhan garmen di AS masih cukup tinggi
namun hanya diisi oleh produk eskpor dari China, Vietnam, serta
negara-negara Amerika Latin.
"Bila hal ini kembali menjadi fenomena ekonomi dengan AS,
industri-industri tekstil di tanah air akan segera bangkit. Lebih lagi,
semangat saling membutuhkan antara AS-RI kini benar-benar terbuka
setelah memburuknya hubungan AS-China, yang berpotensi melemahkan kerja
sama ekonomi dua negara itu," katanya.
Adanya peluang maupun momentum yang terbuka luas itu kini bergantung
kepada sikap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menangkap dan
merealisasikannya, sebab, jika dibiarkan, Indonesia akan menjadi negara
yang sulit maju di lingkungan global, katanya. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar