Senin, 01 Oktober 2012

TNI Diminta Terlibat Politik Kenegaraan


Tentara Nasional Indonesia (TNI) diminta terlibat dalam politik kenegaraan. "Tentunya bukan politik praktis," ujar mantan Wakil Presiden Try Sutrisno dalam acara temu antargenerasi TNI di Kementerian Pertahanan, Senin, 1 Oktober 2012.

Politik kenegaraan yang dimaksud Try meliputi kewajiban TNI untuk memahami dan mengawal dinamika perubahan konstitusi. Pasalnya, dia menilai perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan tak hati-hati. "Sepanjang 1999-2002, empat kali konstitusi diubah," kata Try.

Menurut dia, tak ada negara lain di dunia yang melakukan perubahan konstitusi semudah itu. "Bahkan, Belanda yang sistem tata negaranya sudah mapan perlu 10 tahun untuk melakukan kajian perubahan konstitusi," kata dia.

Begitu pula dengan Amerika Serikat yang tak serampangan mengubah konstitusi negaranya. "Undang-undang asli ciptaan founding fathers (pendiri bangsa) tidak diganggu gugat dan tetap menjadi rujukan," ujar Try.

Try khawatir ada agenda asing di balik amendemen yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat ketika itu. "Ini merupakan bentuk perang hukum di era globalisasi," kata dia.

Untuk itu, TNI tak boleh diam saja. "Jangan mau diacak-acak kepentingan asing," ujar Try. TNI harus berani menyuarakan pendapatnya jika konstitusi diubah dan tak sesuai lagi dengan ideologi Pancasila. "Jangan sampai liberalisme yang berseberangan dengan nilai bangsa menggantikan ideologi kita," ujar pria kelahiran 1935 ini.

Jenderal purnawirawan ini mengaku tak mempermasalahkan penghapusan dwifungsi TNI. "Itu semua sudah keputusan politik," kata Try. Namun, ia menegaskan, tanpa dwifungsi pun TNI harus berani mengajukan pendapat. "Jangan cuma mengurusi bedil," ujar dia. Sumber

Tidak ada komentar: