Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari
mempertanyakan diamnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat
"konflik" Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Polri bergulir.
Pasalnya
menurut Eva, polemik dua institusi hukum ini membutuhkan kuasa SBY
untuk menghentikannya agar jangan berlarut-larut dan kontra-produktif
pada program pemberantasan korupsi. Karena kinerja dan energi KPK akan
fokus untuk kasus ini. Akhirnya kinerja pemberantasan korupsi melemah.
Politisi
PDIP ini mengatakan fungsi koordinasi Presiden bisa merujuk isi
Undang-undng (UU) KPK Nomor 30 Tahun 2002. Namun menurutnya, agak
memalukan sebenarnya, kepemimpinan presiden juga lemah dalam
mendisipilinkan para bawahan untuk se-visi, se-misi, se-irama dalam
combating tipikor yang tidak lain adalah program andalan presiden
sendiri.
Karena itu, sikap SBY dalam penanganan kasus dugaan suap
pengadaan alat simulator ujian Surat Izin Mengemudi(SIM), dengan
kuasanya untuk membereskan 'konflik' dua lembaga ini dinantikan.
Sehingga tujuan pemberantasan korupsi bisa tercapai.
Eva
menambahkan sebenarnya hal ini di sisi pelaksana hukum presiden punya
kuasa untuk membereskan 'konflik' kedua lembaga yang keduanya menjadi
elemen dalam 2 proyek yang dikomandani presiden (inpres penindakan dan
pencegahan tipikor).
Apalagi, tegas dia, Polri adalah anggota
kabinet. Namun, sangat disayangkan menurutnya SBY tidak melakukannya.
Alhasil polemik ini terus bergelinding liar hingga sampai sekarang
Inspektur Jenderal Djoko Susilo yang menolak diperiksa oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi, Jumat (28/9/2012). Djoko merupakan salah satu
tersangka KPK dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat simulator surat
izin mengemudi di Korlantas.
"Tampaknya Presiden tidak melakukan
'intervensi' koordinasi. Sehingga berlarut-larut. Tidak ada pilihan lain
selain ke Mahkamah Agung (MA) untuk meminta fatwa soal sengkarut ini,"
kata Eva, Senin(1/10/2012).
"Biarkan MA menentukan siapa yang
paling berhak," lanjutnya menanggapi pernyataan kuasa hukum Djoko, yang
mengatakan penolakan itu dilakukan karena Djoko mempermasalahkan
kewenangan KPK menangani kasus itu.
Mantan Gubernur Akademi
Kepolisian itu beralasan masih menunggu fatwa Mahkamah Agung tentang
siapa yang berwenang menangani kasus itu, apakah KPK atau Polri.
Sementara
itu, Anggota Komisi III dari F-PKS, Indra menegaskan Kepala Polri
Jenderal (Pol) Timur Pradopo perlu mendorong dan menguatkan bawahannya
Inspektur Jenderal Djoko Susilo (DS) memenuhi pemanggilan Komisi
Pemberantasan Korupsi KPK).
Karena menurut Indra, ketidakhadiran
Djoko akan berdampak kepada buruknya citra Polri di mata Publik.Untuk
itu peran dan sikap Kapolri sangat diperlukan demi citra institusi yang
dipimpinannya.
"Kapolri perlu mendorong dan menguatkan anak
buahnya tersebut untuk memenuhi panggilan KPK. Karena bagaimanapun
ketidakhadiran DS bisa beribas/berdampak buruk pada citra polri," ungkap
Indra.
Untuk diketahui, Inspektur Jenderal Djoko Susilo menolak
diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Jumat (28/9/2012)
lalu.
Terkait itu, Indra berpendapat pembangkangan tersebut sangat
patut disesalkan. Karena, sebagai perwira tinggi dari institusi penegak
hukum, seharusnya Djoko memberi contoh yang baik kepada publik dan
menghormati proses hukum yang sedang berjalan di KPK.
"Kalau DS merasa yakin tidak bersalah, kenapa harus takut untuk memenuhi dan mengikuti proses pemeriksaan di KPK?" tanyanya.
Lebih
lanjut, mensikapi bergulirnya polemik ini, Indra menegaskan tentu
sesuai denga hukum acara yang ada, apabila Djoko sudah dipanggil secara
patut sampai panggilan terakhir, maka bisa dipanggil atau dijemput
paksa.
"Dan apabila pemanggilan paksa ini terjadi, hal ini bisa membuat institusi polri semakin tercoreng," tegasnya.
Sementara
itu sebelumnya, Timur Pradopo memerintahkan mantan Kepala Korps Lalu
Lintas Inspektur Jenderal Djoko Susilo untuk memenuhi panggilan KPK.
Karena kenyataannya Djoko tidak memenuhi panggilan KPK pada Jumat pekan
lalu, Markas Besar Polri akan berkomunikasi dengan pengacara Djoko.
"Secara
struktural sudah (perintahkan) melalui divisi hukum (agar memenuhi
panggilan KPK). Tapi karena dia punya pengacara, nanti kita akan
komunikasikan," kata Timur Pradopo, Minggu (30/9/2012) pagi di Pangkalan
TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, seusai menyambut kedatangan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari lawatan di New York, Amerika
Serikat.
Djoko menjadi tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan
simulator berkendara di Korlantas Polri. Djoko tidak memenuhi panggilan
KPK pada Jumat (28/9/2012) dengan alasan penanganan kasus itu dilakukan
dua lembaga penegak hukum, yakni KPK dan Polri. Melalui pengacaranya,
Djoko juga mempertanyakan keabsahan penggeledahan di Markas Korlantas.
Terkait
kemungkinan pemanggilan paksa Djoko oleh KPK, Timur hanya menyatakan,
semua ada ketentuannya. Tidak ada penjelasan lebih rinci dari
pernyataannya itu. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar