Selasa, 18 September 2012

Dirjen Pajak: Penerimaan Terkena Dampak Krisis Global

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany memperkirakan penerimaan pajak mengalami penurunan pada semester II 2012 karena dampak krisis global akan memengaruhi kinerja Wajib Pajak (WP) Badan.

"Pada semester I 2012 penerimaan pajak masih memenuhi target yang kami tetapkan, tapi begitu kita lihat masuk ke semester II ternyata dampak dari perlambatan ekonomi global sudah mulai dirasakan," ujarnya dalam rapat optimalisasi penerimaan dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa.

Menurut Fuad, perlambatan penerimaan tersebut terlihat dari pertumbuhan pajak penghasilan (PPh) non migas yang hanya tercatat sebesar 10,06 persen per Agustus 2012.

"Artinya, perusahaan WP besar sudah mulai mengalami perlambatan di dalam penerimaan mereka, khususnya sektor-sektor komoditi yaitu pertambangan, kemudian juga termasuk sektor industri pengolahan," katanya.

Ia menjelaskan krisis global mengakibatkan penurunan harga komoditas sehingga menyebabkan sektor pertambangan mengalami kekurangan permintaan dari Eropa, Amerika Serikat dan China, dan membuat harga jual ekspor menjadi turun.

Hal tersebut, lanjut Fuad juga berimbas kepada industri pengolahan, karena sektor ini ikut mengalami penurunan permintaan sehingga penerimaannya terlihat mengalami pelemahan.

"Itu nampak di kita bahwa WP ini sudah mulai menurunkan setoran bulanan mereka kepada Ditjen Pajak, sehingga kita sudah mulai lihat ada setoran yang menurun yaitu PPh pasal 25 yaitu angsuran bulanan," ujar Fuad.

Menurut dia, beberapa perusahaan dalam sektor tersebut telah membuat surat permintaan untuk mengurangi setoran bulanannya karena dari prognosa yang mereka buat hingga akhir tahun terlihat adanya penurunan penerimaan.

"Mereka diberikan hak untuk memohon pada kami, untuk menyelamatkan cash flow dan agar mereka mengurangi sesuai prognosa. Mereka sudah membuat prognosa sampai akhir 2012 itu dan terlihat adanya penurunan," ujarnya.

Namun, penerimaan PPh non migas ini secara keseluruhan per Agustus mencapai 57,37 persen atau sekitar Rp255,7 triliun dari target yang ditetapkan dalam APBN-P sebesar Rp445,7 triliun.

Pada kesempatan tersebut, Fuad juga memaparkan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) mencapai 60,79 persen atau Rp204,2 triliun dari target APBN-P 2012 sebesar Rp336,05 triliun.

"Di tengah-tengah penurunan penghasilan mereka tapi transaksi ekonomi yang kemudian over invoicing itu hilang, sehingga ini bisa menyelamatkan penerimaan pajak kita dari PPN. Ini jauh melampaui tren lima tahun sebelumnya," katanya.

Sementara, penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) mengalami penurunan dan hanya tercatat 18,42 persen atau Rp5,4 triliun dari target APBN-P 2012 sebesar Rp29,68 triliun karena adanya pengalihan kepada pemerintah daerah dan perubahan sistem administrasi.

"PBB ini tahun lalu juga sudah menurun karena disini memang terjadi perubahan dalam administrasi PBB. Sehingga sampai semester I PBB belum masuk dan baru akan masuk di akhir tahun," ujar Fuad.
 
Ia menambahkan penerimaan PPh migas tumbuh 25,8 persen dan tercatat telah mencapai 75,7 persen atau Rp51,4 triliun dari target APBN-P 2012 Rp67,9 triliun karena harga ICP minyak saat ini lebih tinggi dari asumsi dalam APBN-P.

"Pada 2013 asumsi kita lebih rendah, sehingga pertumbuhannya turun jadi negatif. Tapi dalam prakteknya, kalau harganya melampaui 100 dolar AS, akan jadi positif. Biasanya PPh migas itu selalu melampaui target, karena asumsi ICP selalu lebih rendah dari realisasi harga ICP," ujarnya.

Dengan demikian, Fuad mengatakan penerimaan Ditjen Pajak hingga Agustus 2012 mencapai 58,72 persen atau Rp519,7 triliun dari target dalam APBN-P 2012 sebesar Rp885,02 triliun.(ar). Sumber

Tidak ada komentar: