KORUPTOR ternyata tidak hanya dikutuk karena merampok uang negara,
tetapi juga dibela dan dikasihani. Pembelaan justru datang dari bukan
sembarangan orang.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-lah yang
memberi sinyal mengasihani pejabat yang korup. Pada pidato memperingati
Hari Antikorupsi dan Hari HAM Sedunia di Istana Negara, Jakarta, Senin
(10/12), Presiden mengatakan ada dua jenis korupsi. Pertama korupsi yang
diniati untuk memperkaya diri dan kedua korupsi yang terjadi karena
ketidakpahaman pejabat bahwa yang dilakukannya merupakan korupsi.
Sejujurnya
kita tersentak dengan pernyataan itu. Presiden berpendapat ada pejabat
yang boleh dianggap tidak mengetahui bahwa perbuatannya melawan hukum.
Jika
diteruskan, pendapat itu akan berimplikasi sangat luas. Hukum positif
bisa dicabik-cabik dan bersalin dengan hukum rimba karena setiap orang
bisa beralasan tidak mengetahui bahwa apa yang dilakukannya melanggar
hukum.
Setiap warga negara termasuk nun jauh di pelosok negeri,
di pedalaman dan buta aksara sekalipun, harus diasumsikan mengetahui
semua peraturan dan hukum positif yang berlaku di negeri ini. Apalagi,
para pejabat pemerintahan dan pejabat negara yang semestinya setiap
langkah mereka diatur rambu-rambu hukum.
Tidak ada alasan
sekecil apa pun yang membenarkan bahwa ada pejabat boleh diasumsikan
tidak mengetahui apa yang mereka lakukan melanggar hukum, seperti
korupsi.
Seorang pengendara mobil diasumsikan tahu bahwa ada
marka jalan dan melanggarnya merupakan melanggar aturan lalu lintas
sehingga patut dihukum. Dia tidak boleh dibebaskan dengan alasan tidak
mengetahui peraturan tersebut.
Warga suku terasing juga harus
diasumsikan mengetahui bahwa membunuh orang lain merupakan perbuatan
melanggar hukum meski hukum adat setempat mungkin menyebutkan utang
nyawa dibayar nyawa.
Orang asing pun harus dianggap mengetahui bahwa menyogok pejabat
Indonesia untuk mendapatkan proyek merupakan tindak pidana yang harus
dihukum. Tidak boleh ada orang yang lolos dari jeratan hukum hanya
dengan dalih tidak mengetahui perbuatannya melawan hukum.
Para
pejabat negara mesti cermat memeriksa apakah keputusan yang dibuat tidak
melenceng ke luar jalur hukum. Keputusan setiap pejabat bermuara di dua
ujung, yakni kemaslahatan rakyat di satu sisi dan jeruji penjara di
sisi lain.
Kita prihatin karena Presiden Yudhoyono yang
menyerukan akan memimpin langsung perang melawan korupsi ternyata
kemudian menjadi panglima yang mudah iba terhadap pejabat yang disangka
korupsi.
Publik berharap pernyataan Presiden itu tidak menjadi sinyal bahwa pemerintah kian toleran kemudian kendur memberantas korupsi.
Kita
menyerukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, dan
kepolisian tidak ikut-ikutan mengasihani koruptor. Kita bahkan ingatkan
agar pemiskinan koruptor terus dilakukan agar menimbulkan efek jera.
3 komentar:
Mari kita bantu Pemerintah untuk memberantas korupsi sampai ke akarnya.
sekarang korupsi sudah merajai istana
korupsi memakan hak rakyat
makanya banyak memakan barang hasil korupsi otak nya jadi kaga bener semua..
Alias jd otak tikus asal kenyang sja gak tau banyak rakyat yang makan pagi sore tidak..
Posting Komentar