Majelis Kehormatan Hakim memutuskan memberhentikan Hakim agung Achmad
Yamanie secara tidak hormat, karena dianggap melanggar kode etik dan
pedoman perilaku hakim.
Di hadapan Yamanie, majelis kehormatan hakim dalam putusannya menilai
pembelaan diri Achmad Yamanie tidak didasarkan bukti-bukti kuat dan
tidak dapat diterima secara logis.
Majelis Kehormatan Hakim memutus Hakim agung Achmad Yamanie melanggar kode etik.
Pembelaan Yamanie juga dianggap tidak dapat mematahkan fakta-fakta
yang ditemukan tim internal Mahkamah Agung, seperti dilaporkan wartawan
BBC Indonesia Sri Lestari.
"Hakim terlapor, Hakim Achmad Yamanie, terbukti
melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Karena itu hakim
terlapor diberhentikan secara tidak hormat sebagai hakim agung," kata
Ketua Majelis Kehormatan Hakim, Paulus E Lotulung, membacakan putusan
dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Agung, Selasa (11/12)
siang.
Dalam pembelaannya di hadapan majelis kehormatan
hakim, Achmad Yamanie membantah melakukan pemalsuan putusan PK Hanky
Gunawan, terpidana kasus narkoba, tanpa persetujuan majelis hakim
lainnya.
Dia mengaku tidak membaca kembali draf putusan yang dia tandatangani.
"Saya tidak membaca lagi, karena itu bukan otoritas saya, tapi otoritas
ketua majelis. Saya tidak menduga putusan tersebut amarnya 12 tahun
karena putusan yang disepakati adalah 15 tahun," kata Yamanie di hadapan
majelis kehormatan hakim.
Minta diringankan
Sementara itu, hakim agung Andi Samsan Nganro,
yang mendampingi Achmad Yamanie, meminta agar hukuman terhadap Yamanie
diringankan. Alasannya, Yamanie sudah berkarir selama 42 tahun dan
memiliki tanggungan keluarga.
Hakim agung Achmad Yamanie merupakan salah
seorang anggota majelis pemeriksa perkara PK kasus Hanky Gunawan,
pemilik pabrik narkoba dan pengedar narkoba jenis ekstasi di Surabaya.
Pada pertengahan Agustus tahun lalu, memutus
memotong vonis Hanky, dari pidana mati menjadi 15 tahun pidana penjara,
yang belakangan menuai kritikan.
Sejumlah laporan menyebutkan, majelis hakim saat
itu berpendapat, pidana mati melanggar hak asasi manusia, walaupun
hukum positif Indonesia menyebutkan vonis mati merupakan hukuman
setimpal kepada kejahatan-kejahatan serius, termasuk narkoba.
Kasus ini menyedot perhatian masyarakat, setelah
Yamanie mengajukan surat pengunduran diri kepada Ketua Mahkamah Agung
Hatta Ali, karena alasan kesehatan, pada pertengahan November lalu. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar