Selasa, 11 Desember 2012

Hakim Agung Yamanie Diberhentikan Tidak Hormat

Majelis Kehormatan Hakim memutuskan memberhentikan Hakim agung Achmad Yamanie secara tidak hormat, karena dianggap melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Di hadapan Yamanie, majelis kehormatan hakim dalam putusannya menilai pembelaan diri Achmad Yamanie tidak didasarkan bukti-bukti kuat dan tidak dapat diterima secara logis.

Majelis Kehormatan Hakim memutus Hakim agung Achmad Yamanie melanggar kode etik.

Pembelaan Yamanie juga dianggap tidak dapat mematahkan fakta-fakta yang ditemukan tim internal Mahkamah Agung, seperti dilaporkan wartawan BBC Indonesia Sri Lestari.

"Hakim terlapor, Hakim Achmad Yamanie, terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim. Karena itu hakim terlapor diberhentikan secara tidak hormat sebagai hakim agung," kata Ketua Majelis Kehormatan Hakim, Paulus E Lotulung, membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung Mahkamah Agung, Selasa (11/12) siang.

Dalam pembelaannya di hadapan majelis kehormatan hakim, Achmad Yamanie membantah melakukan pemalsuan putusan PK Hanky Gunawan, terpidana kasus narkoba, tanpa persetujuan majelis hakim lainnya.

Dia mengaku tidak membaca kembali draf putusan yang dia tandatangani. "Saya tidak membaca lagi, karena itu bukan otoritas saya, tapi otoritas ketua majelis. Saya tidak menduga putusan tersebut amarnya 12 tahun karena putusan yang disepakati adalah 15 tahun," kata Yamanie di hadapan majelis kehormatan hakim. 



Minta diringankan

Sementara itu, hakim agung Andi Samsan Nganro, yang mendampingi Achmad Yamanie, meminta agar hukuman terhadap Yamanie diringankan. Alasannya, Yamanie sudah berkarir selama 42 tahun dan memiliki tanggungan keluarga.

Hakim agung Achmad Yamanie merupakan salah seorang anggota majelis pemeriksa perkara PK kasus Hanky Gunawan, pemilik pabrik narkoba dan pengedar narkoba jenis ekstasi di Surabaya.

Pada pertengahan Agustus tahun lalu, memutus memotong vonis Hanky, dari pidana mati menjadi 15 tahun pidana penjara, yang belakangan menuai kritikan.

Sejumlah laporan menyebutkan, majelis hakim saat itu berpendapat, pidana mati melanggar hak asasi manusia, walaupun hukum positif Indonesia menyebutkan vonis mati merupakan hukuman setimpal kepada kejahatan-kejahatan serius, termasuk narkoba.

Kasus ini menyedot perhatian masyarakat, setelah Yamanie mengajukan surat pengunduran diri kepada Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali, karena alasan kesehatan, pada pertengahan November lalu. Sumber

Tidak ada komentar: