Melihat begitu banyaknya media yang memberitakan segala ini-itu tentang
Gubernur DKI Joko Widodo, saya mulai ragu-ragu apakah Jokowi itu nama
Gubernur Jakarta atau artis papan atas ibu kota.
Misalnya artikel yang berjudul “Jokowi: Saya Mau Tidur, Mau Ikut?” di salah satu situs berita ternama ini. Di berita ini ucapan Jokowi dikutip:
“Habis
ini mau tidur. Saya kan suka tidur. Mau ikut?’ kata Jokowi sambil
tertawa. Meski begitu, tetap saja beberapa wartawan menungguinya.
Barangkali Jokowi akan melakukan sidak seperti biasanya, siapa tahu...”
Ketimbang
menjadi berita yang bernilai untuk konsumsi masyarakat luas, artikel
tersebut lebih terdengar seperti curahan hati para wartawan. Judul
artikelnya pun, entah sengaja atau tidak, terkesan genit.
Ada contoh lain. Alkisah, dalam artikel “Sesi
Foto Gubernur, Jokowi Merasa Ganteng”, Jokowi baru saja mengikuti sesi
foto dalam balutan seragam dinas. Seorang wartawan lalu memuji, dengan
mengatakan Jokowi terlihat ganteng. Mendengar itu, Jokowi pun membalas,
"Lho baru tahu? Saya sudah lama ganteng!"
Gurauan tersebut tentu
menarik dan mengundang tawa. Berita itu besar kemungkinan laku dibaca.
Namun, apakah kisah kegantengan seorang gubernur cukup bermutu untuk
dijadikan satu artikel utuh, yang juga bagian dari segmen yang mengulas
100 hari kerja gubernur Jakarta yang baru?
Jika artikel yang
ringan-ringan seperti ini muncul sesekali saja, tentu bukan masalah
besar. Namun, masalahnya, mereka muncul berkali-kali. Sebutlah “Jokowi Kesandung Tali Sepatunya Sendiri”
, yang menceritakan Jokowi yang nyaris terjatuh setelah turun dari
mobil. Dia tidak jatuh, hanya nyaris jatuh dan hal itu naik jadi berita.
Ada pula “Jokowi Lincah, Selokan 1,5 meter pun Diloncati”, yang memberikan kesan Jokowi seperti sesosok ninja yang pandai mendaki gunung lewati lembah.
Di salah satu portal berita lain juga serupa. Sebuah artikel pendek menceritakan Jokowi yang gemar joging. Artikel lain mengusut motif Jokowi menggunakan mobil Land Cruiser — yang memang sudah haknya.
Lalu, tak ketinggalan, artikel yang menceritakan berbagai bentuk canda narsisistis Jokowi.
Bukan
berarti berita-berita ringan tersebut negatif. Cerita-cerita kecil
semacam itu sebetulnya anekdot menarik yang mampu memperkaya berita dan
mencairkan tulisan. Kegetolan wartawan untuk terus meliput Jokowi yang
mondar-mandir sepanjang hari, hingga mendapatkan cerita-cerita sederhana
yang kerap terabaikan itu, pun patut diacungkan jempol.
Tetapi,
ketika anekdot-anekdot seperti itu dijadikan pokok berita dengan jumlah
yang berlebihan, berita-berita tersebut bisa jadi malah kehilangan mutu.
Akan lebih bermanfaat bagi pembaca, apabila wartawan lebih menyoroti
kejadian-kejadian penting yang berkaitan dengan peran Jokowi sebagai
gubernur — ketimbang memberitakannya ala infotainment. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar