Menangkap tersangka korupsi bisa diibaratkan laksana menangkap belut. Sangat licin dan njelimet.
Inilah yang dialami para penyidik KPK. Mengutip laporan Majalah Tempo edisi 15 Oktober 2012, salah satu tersangka korupsi yang sulit dibekuk adalah Direktur Utama Bank Jabar, Umar Sjarifuddin.
Pada
akhir Juli 2009, misalnya, tim penyidik yang di dalamnya termasuk Novel
Baswedan berputar-putar Kota Bandung untuk mencokok Umar. Ia baru saja
ditetapkan sebagai tersangka korupsi Rp 37 miliar.
Umar tak berada di rumahnya di Jalan Batununggal 83. Di daftar tamu hotel-hotel juga nihil. Umar raib.
Dua
kali surat pemanggilan tak digubris. Telepon rumah dan telepon
selulernya juga tak diangkat. “Rupanya, dia pergi meninggalkan semua
telepon di rumahnya,” kata seorang penyidik. "Anak-anaknya juga tak ada
yang tahu posisi ayah mereka.”
Novel kemudian meminta koleganya
di kantor KPK memantau lalu lintas percakapan telepon anak Umar. Barulah
ketahuan ada beberapa nomor asing masuk dan menunjuk lokasi di Lebak.
Singkat cerita, penyidik sampai ke Lebak. Tapi, lokasi Umar masih menjadi tanda tanya.
Tim
kemudian berpencar. Pada subuh, mereka mendatangi masjid-masjid. “Orang
terpojok biasanya lebih religius,” kata Novel, seperti dituturkan
penyidik itu. Tak ada jejak.
Gagal menemukan Umar di masjid, para
penyidik mencari “petunjuk” lain: dukun. Dari obrolan dengan banyak
orang, diketahui ada dua dukun populer di wilayah itu.
Satu di
antaranya menyediakan rumah yang bisa disewa “klien” buat menginap. Ke
tempat inilah tiga aparat penegak hukum itu menuju.
Di rumah
dukun inilah Novel membekuk Umar. “Ampun, Pak, ampun…,” ujar Umar sambil
menyembah-nyembah, seperti dituturkan seorang penyidik.
Itu baru
satu dari sekian prestasi Novel saat mengemban tugas menjadi penyidik
di KPK. Novel juga berperan dalam penangkapan Nunun Nurbaetie, Muhammad
Nazaruddin, Bupati Buol Amran Batalipu, sampai Wa Ode Nurhayati. Seperti
apa kiprahnya? Baca selengkapnya. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar