PENGUSUTAN kasus dugaan korupsi pada pengadaan simulator mengemudi
(simulator SIM) membawa KPK dan Polri dalam situasi yang saling
berhadap-hadapan. Edisi ke-2 persinggungan dua lembaga penegak hukum itu
mengundang banyak perhatian, sekaligus mempertaruhkan nama KPK di bawah
kendali Abraham Samad.
Sejauh ini, kinerja komisi antikorupsi tersebut belum memuaskan publik
karena belum bisa menuntaskan beberapa kasus besar, di antaranya terkait
bail out Bank Century. Kasus simulator SIM di satu sisi melambungkan
nama KPK, namun di sisi lain bisa jadi makin menenggelamkan institusi
kepolisian.
Tidak aneh bila terjadi tarik-menarik kepentingan di antara dua
institusi tersebut. Yang menjadi catatan dari eskalasi konflik pada
Jumat (5/10) malam itu adalah adanya dua versi konferensi pers yang
bertolak belakang. Situasi yang memanas malam itu tentu saja mengundang
simpati masyarakat. Hanya dalam hitungan jam, berbagai dukungan mengalir
ke KPK.
Bahkan hashtag #savekpk menjadi trending topic di Twitter. Realitas
tersebut memperlihatkan bahwa masyarakat sudah jenuh dengan tindakan
koruptif elite pemerintah. Kebetulan KPK adalah simbol dari perjuangan
untuk memberantas korupsi. Ketika simbol itu dicitrakan diserang
layaknya teroris tentu saja masyarakat bereaksi.
Merespons hal ini, SBY pada Senin (8/10) menggelar konferensi pers.
Presiden menekankan sebaiknya KPK dan Polri bersinergi memberantas
korupsi. Presiden menyesalkan upaya penangkapan paksa Novel Baswedan
yang dianggap dilakukan tidak pada waktu yang tepat.
Mengenai kasus dugaan korupsi simulator SIM yang melibatkan Irjen Djoko
Susilo, ia memerintah KPK untuk menangani. Terkait revisi UU Nomor 30
Tahun 2002 tentang KPK, ia memintanya untuk menunda.
Walaupun dianggap terlambat, pidato SBY cukup melegakan masyarakat.
Seolah-olah Presiden menjawab keresahan masyarakat dalam beberapa hari
terakhir. Yang perlu dicermati adalah tindakan nyata pemerintah setelah
pidato Presiden itu. Selama ini pemerintah cenderung memoles diri lewat
pencitraan dan lebih banyak berbicara ketimbang melakukan tindakan
nyata.
Konkretnya, apakah Kapolri dan jajarannya benar-benar menaati perintah Presiden.
Ataukah kita masih akan mendengar kilah pucuk pimpinan Polri yang
menyatakan tidak memberi perintah penangkapan paksa Novel. Bisakah
publik menerima alasan bahwa dalam kasus yang menyita perhatian publik
itu lepas dari kendali Kapolri, dalam arti ia tidak tahu rencana itu?
Terlepas dari itu, Pidato SBY kali ini sepertinya hanya ingin memuaskan
arus besar masyarakat yang menganggap KPK sebagai objek kriminalisasi.
Sementara itu, di sisi lain tidak ada evaluasi terhadap kinerja KPK yang
juga masih lamban.
Upaya pemberantasan korupsi selama ini dirasakan tebang pilih. Contohnya
kasus Century , yang sampai sekarang masih belum ada kejelasannya.
Ketidakberimbangan pidato Presiden kali ini makin menegaskan bahwa
memang ada sesuatu di balik kejadian pada Jumat malam itu. Pemerintah
membutuhkan citra yang baik menjelang Pemilu 2014. Jangan lupa bahwa SBY
juga menjadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, yang citranya lagi
terpuruk karena banyak elite partai itu terjerat kasus korupsi.
Kesempatan itu rupanya dimanfaatkan dengan baik oleh SBY untuk
mendongkrak kepercayaan masyarakat terhadap dirinya, sekaligus terhadap
partai yang dia pimpin.
Kepentingan Politik
Mencermati situasi yang berkembang, tampaknya upaya penegakan hukum
terhadap pemberantasan korupsi ditunggangi banyak kepentingan, terutama
menjelang 2014.
Banyaknya tokoh yang berdatangan ke gedung KPK malam itu juga perlu
diperhatikan, dan pemberitaan media yang kurang berimbang tidak boleh
diabaikan, serta pidato SBY terkait hal ini tidak bisa begitu saja
dianggap menyelesaikan masalah.
Korupsi merupakan mata rantai yang saling mengait di antara elite
politik. Apakah mereka yang ikut mendukung KPK malam itu adalah
orang-orang yang bersih dari kepentingan? Bisa kita lihat nanti seiring
makin memanasnya konstelasi politik menuju 2014. Penuntasan korupsi
tentu saja terkait erat dengan kepentingan politik masing-masing pihak.
Ada baiknya ke depan KPK bisa menjadi lebih independen tanpa ada tujuan
politik dari pihak tertentu, baik dari pemerintahan maupun parpol di
DPR. Selama pemerintahan dan DPR belum bersih dari korupsi, sejauh itu
pula KPK tidak bisa benar-benar bersih. Padahal dalam pemberantasan
korupsi diperlukan upaya yang kuat dan tindakan yang tidak tebang pilih.
KPK bisa digunakan sebagai alat pencitraan dalam upaya meraih simpati
masyarakat, terutama menjelang Pemilu 2014. Kejadian malam itu mulai
memperlihatkan ada upaya beberapa pihak untuk menunggangi dan
memanfaatkan komisi antikorupsi itu. Dukungan masyarakat yang begitu
deras kepada komisi itu tentu saja merupakan potensi pencitraan yang
luar biasa. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar