Selasa, 16 Oktober 2012

Industri Rokok Kecil Terancam Gulung Tikar

Regulasi tentang industri rokok, cukai dan harga bahan baku yang melonjak menjadi faktor yang mengantar industri rokok kecil gulung tikar. Belum lagi regulasi global tentang tembakau yang bisa menghilangkan rokok khas Indonesia, rokok kretek, turut membenamkan industri rokok dan petani dalam titik merugi.

Kondisi ini mendorong kelompok yang terdiri dari pelaku indutri rokok, petani tembakau dan pelaku budaya mencoba menghadang Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Anggota DPR RI, Rieke Dyah Pitaloka, sebagai salah satu tokoh yang getol mengumandangkan perlawanan pada aturan dunia tentang pembatasan tembakau berharap pemerintah dan masyarakat turut mendukung keberadaan rokok kretek.

“Rokok kretek sama seperti batik atau tempe, rokok kretek hanya ada di kamus bahsa Indonesia, kalau ini coba dihilangkan oleh negara di dunia kita harusnya melawan,” ujar pemeran tokoh Oneng itu dalam seminar Membedah FCTC, “Membela Kretek, Membela Indonesia”, di hotel Santika Pandegiling, (15/10/2012).

Selain latar budaya khas kata Rieke, rokok kretek menjadi sumber ekonomi bagi industri, masyarakat dan petani tembakau.

Sekjen Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), Hasan Aoni Aziz Us mengatakan, saat ini regulasi yang ada seolah telah diatur sedimkian rupa untuk menciptakan persaingan pasar rokok yang tidak berimbang. Industri rokok lokal banyak dirugikan dengan regulasi yang menghimpit mereka.

"Cukai rokok yang tinggi, harga jual eceran (HJE) yang tidak pernah naik sejak empat tahun lalu membuat beban penjualan rokok tinggi dan profit menurun. Kami melihat ini sebagai upaya penghilangan indutri rokok nasional,” tegas Hasan.

Politikus asal PDIP ini mengatakan, bahwa tahun 2007 tercatat ada sekitar 5.000 an industri rokok yang aktif berproduksi secara nasional. Tapi saat ini jumlah industri rokok lokal turun drastis menjadi 800 an industri. Dari jumlah itu mayoritas berada di Jawa, khususnya Jatim. Di sisi lain, banyak perusahaan asing yang membeli saham perusahaan rokok besar di Indonesia.

Sekretaris Gabungan Perusahaan Rokok (Gapero) Surabaya, Henry Najoan menambahkan kondisi industri rokok kretek kecil di Jatim dan Surabaya saat ini semakin terjepit dengan melambungnya harga cengkeh.

“Harga cengkeh yang biasanya Rp 60 jadi Rp 200 per kg, penyebabnya panen yang jelek karena cuaca,” ujar Hasan di sela acara Seminar. Ia berharap, ada sinergi antara pusat perindustrian dan perdagangan untuk melindungi industri rokok lokal. Sumber

Tidak ada komentar: