Manusia tanpa wajah. Itulah julukan yang diberikan orang-orang kepada Mohammad Latif Khatana (32).
Pria asal Kashmir, India tidak bisa melihat, apalagi bekerja, karena
lipatan parah pada wajahnya. Nyaris tak ada orang yang mau melihat
wajahnya.
Orang asing meludah di jalan saat Latif melintas, karena jijik dengan
wajahnya. Penderitaan Latif tak berhenti sampai situ. Apalagi, kini
istrinya sedang hamil tujuh bulan.
Seorang pria biasanya senang menunggu anaknya lahir, namun tidak
demikian halnya dengan Latif. Ia khawatir anak-anaknya akan bernasib
sama dengannya, memiliki fisik menakutkan.
"Saya tidak sabar untuk menjadi seorang ayah, dan memiliki beberapa
kebahagiaan dalam hidup saya. Tapi, aku khawatir setiap hari, dan berdoa
anak saya tidak dilahirkan seperti saya," ujar Latif seperti diwartakan
The Sun, Selasa (9/10/2012).
Latif tinggal berpindah-pindah di sejumlah pegunungan dengan
istrinya, Salima (25), antara lain di wilayah Tuli Bana, Jammu, dan
Kashmir.
Ia melakukan perjalanan ke Srinagar selama empat bulan, untuk
mengemis dan mencari uang. Latif dilahirkan dengan benjolan kecil di
wajahnya. Benjolan itu terus tumbuh dan membentuk lipatan besar di
wajahnya, sehingga mustahil baginya untuk melihat.
"Ibu saya masih menangis ketika ia menatapku. Ia merasa bersalah
begitu banyak, dan tidak bisa mengerti mengapa anak laki-laki bungsunya
dikutuk," tutur Latif.
Latif adalah anak bungsu dari enam bersaudara. Ia menjadi
satu-satunya anak di keluarganya yang mengalami penyakit aneh ini. Ia
menjalani masa kanak-kanak dengan kesepian tanpa teman.
"Tak seorang pun ingin bermain dengan saya sebagai seorang anak.
Anak-anak di desa saya mengejek saya setiap hari. Saya kehilangan mata
kiri ketika berumur delapan tahun, dan mereka biasa memanggil saya
dengan sebutan si mata satu aneh," ungkap Latif.
Saat beranjak dewasa, Latif tak berhenti berjuang untuk hidup. Ia
punya mental yang kuat, tapi karena buta dan buruk rupa, tidak ada orang
yang mau memberinya pekerjaan.
"Saya akan senang melakukan pekerjaan yang jujur, seperti pria normal
yang bekerja untuk keluarganya. Itu akan membuat saya sangat bangga.
Tapi, tak ada yang memberikan saya kesempatan, dan saya terpaksa harus
mengemis, sehingga bisa memberi makan keluarga saya," ungkapnya.
Latif biasanya bisa mengantongi uang 400 Rupee (sekitar Rp 73 ribu)
dalam satu hari mengemis, lengkap dengan air liur orang-orang yang
meludahinya di jalan.
"Tiga gadis muda pernah berjalan melewati saya. Mereka meludahi kaki
saya dan lari sambil menutup mulut mereka dengan syal. Saya sangat
malu," kata Latif berkisah.
"Saya terkejut melihat betapa kejamnya mereka. Saya merasa sangat
tertekan selama berhari-hari. Tapi, aku harus melanjutkan hidup dengan
itu," ucapnya.
Namun, Tuhan memang adil. Empat tahun lalu, Latif akhirnya bertemu
cinta dalam hidupnya. Orangtua Latif sudah lama berusaha keras
mencarikan ia istri, tapi tidak ada gadis yang sudi menerimanya menjadi
suami, sampai akhirnya Latif mendengar tentang Salima.
"Istri saya hanya memiliki satu kaki. Bertahun-tahun ia berjuang
mencari suami. Segera setelah kami bertemu, kami tahu bahwa kami adalah
jodoh. Kami berdua lengkap dalam hal ketidaknormalan medis, kami cocok!"
kenang Latif.
Latif dan Salima menikah dalam upacara musim panas dengan tata cara
tradisional Muslim. Mereka mengundang 400 tamu, pada Agustus 2008 silam.
"Saya merasa sangat beruntung bertemu Salima, dia tepat untuk saya.
Saya merasa sedikit normal sekarang. Saya punya istri, sedikit lebih
lengkap daripada hidup saya sebelumnya. Kini, dia mengandung anak
pertama kami, dan saya lebih bahagia lagi. Saya pria bahagia sekarang,"
tegas Latif.
Meski begitu, Latif yang tidak pernah minum obat untuk penyakit yang
dideritanya, masih khawatir anaknya akan lahir dengan kondisi wajah yang
sama dengannya.
"Kami tidak mampu ke dokter, kami terlalu miskin Dan tidak pernah ada
dokter yang mengingatkan saya agar tidak memiliki anak. Saya hanya bisa
berharap dan berdoa, bahwa bayi kami akan menjadi sehat," harap Latif.
Kakak Latif pernah menjual sejumlah tanah milik keluarga mereka,
delapan tahun lalu, untuk membiayai pengobatan Latif. Tapi, tak ada
dokter yang sanggup menangani penderitaan Latif.
"Ada dokter yang mengatakan, bahwa kondisi saya yang sekarang ini
diakibatkan gerhana matahari, ketika ibu saya sedang mengandung saya.
Saya tidak tahu apakah harus memercayai dokter itu atau tidak," papar
Latif.
"Sekarang, semakin banyak pembuluh darah yang melalui lipatan di
wajah saya, dan tindakan operasi akan terlalu berbahaya. Saya telah
kehilangan semua harapan untuk mendapatkan bantuan. Ini adalah bagaimana
saya akan terlihat selamanya," kata Latif. Sumber
1 komentar:
Hmmm kasian
Posting Komentar