Selasa, 25 September 2012

Tawuran Sekolah Dan Korban Sepanjang 2012

Sosiolog dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Musni Umar, menilai aksi tawuran yang kerap terjadi antara SMAN 70 dan SMAN 6 merupakan kegagalan dari sekolah dan orang tua. Menurut dia, guru dan orang tua kurang memberikan perhatian lebih terhadap anak didiknya.

"Harus ada sinergisitas sekolah dengan orang tua," kata Musni, Selasa, 25 September 2012. Setiap terjadi aksi tawuran, lanjutnya, orang tua kerap bersikap protektif tiap kali aparat menciduk siswa yang terlibat.


Ia mencontohkan ketika puluhan siswa SMAN 70 tertangkap basah membawa senjata tajam pada 2010. Polisi lantas mengamankan para siswa. Tak berapa lama, para orang tua meminta kepada polisi untuk melepaskan.


"Orang tua terlalu protektif. Harusnya ada punishment yang tegas," kata Musni. Ia tidak menampik bila tawuran antara SMAN 70 dan SMAN 6 sudah terjadi sejak lama.


Ihwal adanya rumor yang berkembang kalau di balik aksi tawuran ada unsur bisnis, Musni pernah mendengar soal itu. "Rumor kalau salah satu sekolah bakal dijadikan daerah bisnis memang sempat saya dengar," ujarnya.


Musni yang pernah menjabat Ketua Komite Sekolah SMAN 70 mengaku pernah menanyakan soal itu ke warga sekitar. Dari pengakuannya, banyak warga yang enggan menjual lahannya untuk dijadikan kawasan bisnis. "Itu rumor saja," ungkapnya.


Sementara itu, dalam jumpa pers di SMAN 6, Jakarta Selatan kemarin, Menteri Pendidikan Nasional M. Nuh, mengaku prihatin dengan terjadinya kembali aksi tawuran. Ke depan, dua sekolah itu akan melakukan konsolidasi untuk mencegah tawuran. "Saat ini kami belum akan bicarakan soal sanksi karena situasi sedang panas," kata M.Nuh.


Ia berharap tawuran tidak terulang lagi. "Saya tidak mau sekolah ini seperti Palestina dan Israel," katanya. Sumber 


Isak tangis dari keluarga dan teman mengiringi pemakaman Alawi Yusianto Putra, 15 tahun, kemarin. Kematian siswa kelas X SMAN 6 Jakarta Selatan akibat luka sabetan arit pada Senin lalu itu menambah panjang daftar pelajar yang mesti mengakhiri hidupnya secara sia-sia.  


Alawi memang tidak sendirian ditangisi seperti itu. Berdasarkan data dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, sedikitnya ada 16 siswa lain yang tewas akibat kasus serupa sepanjang tahun ini.


Mereka berasal dari 86 kasus tawuran antarpelajar yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya. »Ada puluhan lain yang mengalami luka berat maupun ringan akibat perkelahian itu," kata Ketua Komisi, Arist Merdeka Sirait.


Arist mengatakan tawuran antarpelajar bukan peristiwa baru, terutama di Jakarta dan sekitarnya. Tren kejadiannya, menurut dia, bahkan meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2011 misalnya, terjadi 139 kasus tawuran dengan korban jiwa 39 anak (meningkat dibanding pada 2010 ketika terjadi 128 kasus,” ujarnya.


Arist menyesalkan sikap sekolah dan pemerintah yang terlihat membiarkan fenomena ini. Wacana penggabungan SMAN 70 dengan SMAN 6 termasuk yang dia kritik. »Itu tidak akan menyelesaikan masalah hingga ke akar,” ujar dia.


Koordinator Bidang Pendidikan di Komisi Perlindungan Anak Indonesia, Badriyah Fayumi, menyatakan jika tawuran yang berulang kali terjadi menyebabkan kematian siswa, semestinya itu menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan. "Sekolah yang terlibat, Dinas Pendidikan, dan Kementerian (Pendidikan dan Kebudayaan) yang tertampar," ujarnya.


Senada dengan Arist, Badriyah menyatakan, "Itu menunjukkan tak ada iktikad serius untuk menyelesaikan masalah ini sampai ke akar-akarnya.”


Dia mengusulkan agar pemerintah membentuk satuan tugas khusus untuk menangani persoalan ini. Semua unit dilibatkan mulai tingkat kementerian, dinas, sekolah, hingga keluarga atau orang tua.


Badriyah mengingatkan bahwa kekerasan dalam dunia pendidikan sebenarnya telah mendapat sorotan khusus dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Setelah kasus di SMA Don Bosco, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Juli lalu, Presiden minta jangan terulang," ujarnya.


Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim, mengatakan Kementerian sudah pernah mengumpulkan 25 anggota pengurus OSIS SMA di Jakarta dan menggelar pendidikan di Lembang, Bandung, khusus untuk mencegah tawuran. Program pertukaran pelajar dan guru antarsekolah di DKI Jakarta pun dilakoni.


»Kami juga sudah lakukan banyak kegiatan pendidikan karakter, tapi itulah, belum selesai semuanya,” katanya di kampus Universitas Indonesia kemarin. Sumber

Tidak ada komentar: