Senin, 06 Agustus 2012

Presiden Segera Campur Tangan Dalam Persoalan KPK -Polri


Kesan meruncingnya konflik antara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dalam penanganan dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) harus segara mendapat campur tangan presiden. Jika perseteruan tersebut dibiarkan, presiden sama saja mempertaruhkan kredibilitas pemerintahan.

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum (FH), Universitas Gadjah Mada (UGM), Oce Madril menegaskan hal itu ketika dihubungi, Senin (6/8/2012). Menurutnya, dalam konflik KPK - Polri terkait penanganan dugaan korupsi Korlantas, presiden sebetulnya memiliki perang penting. Presiden dianggap memiliki kekuasaan tertinggi sehingga diharapkan dapat bersikap dengan kebijakannya.

Presiden merupakan atasan polisi, maka agar segera turun tangan. Meruncingnya konflik antara KPk dan Polri akan menambah banyaknya konflik hukum semasa pemerintahan SBY. Sebab itu, menurutnya, saat ini adalah kesempatan presiden untuk turun tangan.
"Presiden harus belajar banyak dari kasus hukum yang membuat guncangan pemerintahan," ungkap Oce, Senin (6/8/2012).

Dengan kekuasaan tertinggi presiden, menurutnya SBY tidak akan kesulitan untuk sekadar menyelesaikan perseteruan KPK - Polri. Presiden perlu tegas menyelesaikannya, sementara sejauh ini ternyata SBY hanya diam. "Gampang, tinggal perintahkan kapolri untuk serahkan penanganan kasus dugaan korupsi itu ke KPK. Kapolri serahkan, lalu KPK selesaikan," lanjutnya.

Dia menilai sejauh ini presiden hanya melakukan pemantauan terhadap penanganan kasus tersebut. Hal itu menurutnya sikap yang tidak respek dengan tidak mengeluarkan kebijakan apapun. Selain itu, presiden tidak boleh hanya memantau, sementara perseteruan kedua lembaga penegak hukum kian tidak sehat. Dalam konteks tersebut, KPK yang paling dirugikan. Pasalnya, secara hukum berdasarkan UU No 30/2002 tentang KPK, pasal 50 ayat 3 dan 4. (MOHON DIKOREKSI) kewenangan di tangan KPK. KPK memiliki kewenangan untuk menuntaskan kasus tersebut tanpa campur tangan penegak lain.

Dia khawatir, jika perseteruan itu berlanjut, maka penanganan kasus dugaan korupsi simulator uji keterampilan dalam pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) di Korlantas akan terbengkelai. "Tugas KPK menjadi tidak efektif karena terhalangi oleh Polri," tuturnya.

Oce menegaskan agar semua pihak mempercayakan penanganan kasus itu kepada KPK. Dengan demikian, kasus dapat tuntas. Namun ketika penanganan kasus masih mendapat hambatan oleh Polri, menurutnya, kasus tidak akan tuntas. Hal itu berarti, di kemudian hari masyarakat tidak dapat berharap bahwa penegak hukum di Indonesia berlaku bersih.

Kegagalan semacam itu perlu dipikirkan. Sebab itu presiden harus segera turun tangan atas perseteruan dalam penanganan kasus tersebut. Terlebih, secara hukum dinyatakan bahwa penanganan dugaan korupsi Korlantas saat ini ada di KPK. KPK bahkan memiliki hak istimewa, yaitu ketika menangani kasus, maka penegak lain, baik Polri maupun kejaksaan, tidak tidak bisa ikut menangani.
Sumber: Klik

Tidak ada komentar: