Jumat, 23 November 2012

Harga Diri Pria Dimata Penghasilan Wanita


Mengapa pria resah dengan wanita yang bergaji lebih tinggi? Ternyata rasa iri hati atau dendam bukanlah selalu penyebabnya, kata Liza Mundy di The Sex Richer. Pria terus memaksa diri mereka untuk mendapatkan penghasilan yang besar. Berikut alasan mereka bersikap seperti itu:


Pria masih berpikir bahwa mencari nafkah yang lebih besar adalah kewajiban. Mereka merasa harus memberikan kontribusi sebanyak mungkin atau lebih banyak daripada wanita. Bila tidak, mereka akan menyalahkan diri sendiri. Hal ini, bagi pria, mungkin adalah alasan terbesar mereka bersaing dengan pendapatan perempuan. 

Sosiolog Ilana Demantas dan Kristen Myers menyoroti pola pikir ini ketika mereka mewawancarai sekelompok orang yang diberhentikan dari pekerjaan mereka ketika resesi ekonomi besar-besaran. 

Banyak dari mereka yang mendapat dukungan dari istri atau pacar. Orang-orang ini sangat bersyukur dengan pasangan mereka yang seperti itu. Mereka mengerti betapa berharganya memiliki pasangan yang mencintai Anda dan setia dengan Anda saat mengalami krisis. "Ini berkah karena istri saya bekerja dan memiliki gaji yang cukup," kata seorang sumber wawancara kepada peneliti, yang mempresentasikan temuan mereka pada konferensi 2011. "Jika saya tinggal sendiri, saya akan berada dalam masalah serius." 

Untuk menunjukkan rasa terima kasih mereka, pria-pria tersebut membantu dengan cara apa pun. "Saya lebih banyak membetulkan bagian rumah yang rusak karena saya merasa itu adalah satu-satunya cara untuk mengganti kewajiban saya," kata salah seorang sumber wawancara. Sumber lainnya mengatakan, "Saya bangun pagi-pagi dan membuat kopi setiap hari untuk Colleen sebelum dia pergi bekerja. Saya bahkan tidak minum kopi, tapi saya membuat untuknya. Dia bisa tidur sedikit lebih lama."

Mengacu pada temuan ini, para penulis penelitian ini mengatakan bahwa pria sampai pada persimpangan jalan psikologis. Krisis ekonomi membuat mereka mendapatkan "sebuah ruang yang unik" untuk mempertimbangkan kembali segala sesuatu yang mereka percaya tentang wanita dan penghasilan hingga saat ini. 

Kami telah menelusuri kehidupan sejak 1930-an: selama masa Depresi, para wanita yang menemukan cara untuk menghidupi keluarga mereka dibenci tidak hanya oleh budaya, tetapi juga oleh orang-orang yang mereka dukung. Anak laki-laki yang bekerja untuk membantu keluarga mendapat tempat terhormat di meja makan, sementara ibu yang melakukan hal yang sama dianggap kurang baik oleh keturunan mereka sendiri. 

Itu sudah tidak berlaku lagi sekarang. "Responden kami menghargai pekerjaan perempuan penting untuk kelangsungan hidup keluarga mereka," kata mereka. "Alih-alih mengekspresikan kebencian terhadap perempuan yang menafkahi keluarga, orang-orang ini menyatakan terima kasih dan rasa hormat mereka untuk wanita yang bekerja."

Namun, dalam penelitian ini, para pria masih merasa mereka harus memberikan kontribusi. Mereka sangat terguncang oleh ketidakmampuan mereka untuk memberi nafkah, dan kadang-kadang menangis ketika mereka berbicara dengan pasangannya. "Anda merasa seperti orang yang tidak tidak berharga," kata seorang sumber. Sumber lainnya berkomentar, "Hal ini membuat Anda, atau setidaknya saya, merasa tidak seperti pria." 

Faktanya, jika pria merasa terganggu oleh pendapatan wanita yang lebih tinggi, seringkali itu hanya karena laki-laki khawatir harga diri mereka jatuh dan istri mereka akan meninggalkan mereka. Jika mereka tidak memiliki penghasilan, apa lagi yang mereka bisa banggakan. Sumber

Tidak ada komentar: