Mengapa pria resah dengan wanita yang bergaji lebih tinggi? Ternyata
rasa iri hati atau dendam bukanlah selalu penyebabnya, kata Liza Mundy
di The Sex Richer. Pria terus memaksa diri mereka untuk mendapatkan
penghasilan yang besar. Berikut alasan mereka bersikap seperti itu:
Pria
masih berpikir bahwa mencari nafkah yang lebih besar adalah kewajiban.
Mereka merasa harus memberikan kontribusi sebanyak mungkin atau lebih
banyak daripada wanita. Bila tidak, mereka akan menyalahkan diri
sendiri. Hal ini, bagi pria, mungkin adalah alasan terbesar mereka
bersaing dengan pendapatan perempuan.
Sosiolog Ilana Demantas
dan Kristen Myers menyoroti pola pikir ini ketika mereka mewawancarai
sekelompok orang yang diberhentikan dari pekerjaan mereka ketika resesi
ekonomi besar-besaran.
Banyak dari mereka yang mendapat dukungan
dari istri atau pacar. Orang-orang ini sangat bersyukur dengan pasangan
mereka yang seperti itu. Mereka mengerti betapa berharganya memiliki
pasangan yang mencintai Anda dan setia dengan Anda saat mengalami
krisis. "Ini berkah karena istri saya bekerja dan memiliki gaji yang
cukup," kata seorang sumber wawancara kepada peneliti, yang
mempresentasikan temuan mereka pada konferensi 2011. "Jika saya tinggal
sendiri, saya akan berada dalam masalah serius."
Untuk
menunjukkan rasa terima kasih mereka, pria-pria tersebut membantu dengan
cara apa pun. "Saya lebih banyak membetulkan bagian rumah yang rusak
karena saya merasa itu adalah satu-satunya cara untuk mengganti
kewajiban saya," kata salah seorang sumber wawancara. Sumber lainnya
mengatakan, "Saya bangun pagi-pagi dan membuat kopi setiap hari untuk
Colleen sebelum dia pergi bekerja. Saya bahkan tidak minum kopi, tapi
saya membuat untuknya. Dia bisa tidur sedikit lebih lama."
Mengacu
pada temuan ini, para penulis penelitian ini mengatakan bahwa pria
sampai pada persimpangan jalan psikologis. Krisis ekonomi membuat mereka
mendapatkan "sebuah ruang yang unik" untuk mempertimbangkan kembali
segala sesuatu yang mereka percaya tentang wanita dan penghasilan hingga
saat ini.
Kami telah menelusuri kehidupan sejak 1930-an: selama
masa Depresi, para wanita yang menemukan cara untuk menghidupi keluarga
mereka dibenci tidak hanya oleh budaya, tetapi juga oleh orang-orang
yang mereka dukung. Anak laki-laki yang bekerja untuk membantu keluarga
mendapat tempat terhormat di meja makan, sementara ibu yang melakukan
hal yang sama dianggap kurang baik oleh keturunan mereka sendiri.
Itu
sudah tidak berlaku lagi sekarang. "Responden kami menghargai pekerjaan
perempuan penting untuk kelangsungan hidup keluarga mereka," kata
mereka. "Alih-alih mengekspresikan kebencian terhadap perempuan yang
menafkahi keluarga, orang-orang ini menyatakan terima kasih dan rasa
hormat mereka untuk wanita yang bekerja."
Namun, dalam penelitian
ini, para pria masih merasa mereka harus memberikan kontribusi. Mereka
sangat terguncang oleh ketidakmampuan mereka untuk memberi nafkah, dan
kadang-kadang menangis ketika mereka berbicara dengan pasangannya. "Anda
merasa seperti orang yang tidak tidak berharga," kata seorang sumber.
Sumber lainnya berkomentar, "Hal ini membuat Anda, atau setidaknya saya,
merasa tidak seperti pria."
Faktanya, jika pria merasa
terganggu oleh pendapatan wanita yang lebih tinggi, seringkali itu hanya
karena laki-laki khawatir harga diri mereka jatuh dan istri mereka akan
meninggalkan mereka. Jika mereka tidak memiliki penghasilan, apa lagi
yang mereka bisa banggakan. Sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar